Bahasan tentang negara dan elit politik lokal dalam konteks strukturasi
yang mengulas posisi elit politik lokal sebagai pelaku, apakah mereka
memperoleh pembatasan ataukah justru sebaliknya memperoleh pemberdayaan. Uraian
dilanjutkan dengan pembahasan tentang elit politik lokal dan mobilisasi etnis,
dan diakhiri dengan paparan tentang mobilisasi etnis dan pemekaran wilayah
sebagai strategi menyiasati struktur dalam rangka memperoleh dan mempertahankan
kekuasaan.
Dalam konteks Negara, Elit politik Lokal dan Strukturasi.
Strukturasi diartikkan Giddens sebagai aturan yang dapat memberdayakan
dan membatasi.atau dapat diatur dan dikendalikan. Sedangkan negara(pemerintah) memiliki wewenang untuk melakukan itu. Jadi
dapat disimpulkan bahwa jika negara memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengendalikan aturan (sistem) maka Elit politik lokal dapat dikatakan sebagai
pelaku .
Elit politik lokal merujuk pada individu-individu yang menduduki
posisi jabatan politik di ranah lokal. seorang individu dapat meraih dan
menduduki posisi jabatan tersebut apabila yang bersangkutan mempunyai sumber daya
sebagai basis dan mampu mengoptimalkannya sehingga pada gilirannya
mengantarkannya sebagai elit politik lokal
Pada era otoritarian Orde Baru elit politik lokal lebih sering memainkan
peran untuk mewujudkan kepentingan pemerintah pusat ketimbang merealisasikan kepentingan
dan kebutuhan daerah. Elit politik lokal cenderung melakukan peran sebagai
perpanjangan tangan negara, dalam hal ini pemerintah pusat. Elit politik sepanjang rezim Orde Baru mengendalikan roda
pemerintahan, keberadaan dan peran elit politik lokal lebih banyak ditopang dan
tergantung pada negara. Pada masa Orde baru elit politik lokal seakan mendapat
angin segar dalam memainkan perannya dalam menjalankan roda pemerintaha. Peran
elit politik lokal tidak bisa lepas dari pengaruh perubahan yang terjadi pada
sistem politik yang melingkupinya.
Runtuhnya rezim otoriter Orde Baru membuat peran para elit politik
lokal semakin sempit. Kesadaran masyarakat di era demokratisasi membuat elit politik harus “survive” dalam
transformasi sistem politik Indonesia. Terjadinya perubahan sistem politik
menjadi demokrasi desentralistis, membawa dampak perubahan struktur yang ada.
Struktur yang baru membuka peluang adanya kompetisi terbuka melalui proses
pemilihan untuk meraih kekuasaan. Khususnya elit politik lokal harus bisa
saling bertahan dan bersaing di kalangan indvidu masing masing.
Perubahan relasi kekuasaan dapat membawa dampak pada elit politik lokal. Elit
politik lokal dari etnis tertentu yang selama ini dibatasi atau dikekang oleh
struktur, dengan adanya perubahan relasi kekuasaan sangat mungkin akan
memperoleh peluang atau diberdayakan oleh struktur. Atau sebaliknya, elit
politik lokal yang selama ini memperoleh peluang atau diberdayakan, dengan
adanya perubahan tersebut akan dibatasi atau dikekang oleh struktur.
Pemekaran wilayah menjadi alibi bagi para elit politik dalam
memburu daerah kekuasaan yang baru. Dilandasi argumen demi peningkatan kualitas
pelayanan publik, maka perlu dilakukan pemekaran wilayah untuk membentuk
pemerintah daerah baru. Terbentuknya pemerintah daerah baru melalui proses
pemekaran membawa konsekwensi bertambahnya jumlah posisi jabatan, baik politis
maupun birokratis, di tingkat lokal.
Bagi elit politik lokal yang memaknaistruktur baru, yang
mensyaratkan adanya kompetisi untuk menjadi elit politik, sebagai pembatasan untuk
memperoleh kekuasaan; maka struktur tersebut harus disiasati agar tidak
membatasi atau mengekangtetapi justru dapat memberdayakan atau memberi peluang
memperoleh kekuasaan. Salah satu strategi yang ditempuh elit politik lokal
adalah pemekaran wilayah pemerintahan.